Senin, 15 Oktober 2012

Anjuran Berbuat Ihsan

(ditulis oleh: Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.)

Khutbah Pertama:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah l yang mengetahui segala yang dilakukan dan yang tersembunyi pada dada hamba-hamba-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah l semata. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya, sahabatnya, serta kepada seluruh kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.
Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sesungguhnya, Allah l bersama orang-orang yang bertakwa. Marilah kita senantiasa berbuat ihsan karena sesungguhnya Allah l telah menjanjikan kebaikan yang besar bagi orang-orang yang berbuat ihsan. Allah l berfirman,
“Tidak ada balasan dari berbuat ihsan kecuali kebaikan (pula).” (ar-Rahman: 60)


Hadirin rahimakumullah,
Berbuat ihsan itu bermacam-macam jenisnya. Di antaranya adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah l. Nabi kita Muhammad n ketika ditanya oleh Malaikat Jibril q tentang ihsan, beliau menjawab,
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut, kita memahami bahwa ihsan dalam beribadah kepada Allah l maknanya adalah seseorang ketika beribadah merasa dekat dengan Allah l dan merasa berada di hadapan-Nya seakan-akan melihat-Nya serta merasa diawasi oleh-Nya. Keadaan yang seperti ini tentu akan membuat orang tersebut memiliki khasyah atau rasa takut karena pengagungan dan kecintaaannya kepada Allah l. Selain itu, hal ini akan membuat orang tersebut beribadah dengan ikhlas semata-mata karena Allah l serta akan mendorong dirinya untuk beribadah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin.
Lihatlah bagaimana kisah yang disebutkan di dalam al-Qur’an tentang Nabiyullah Yusuf q yang menolak untuk berbuat nista ketika diajak oleh istri tuannya. Padahal beliau q saat itu adalah seorang pemuda dan wanita tersebut memiliki paras yang memikat hatinya. Namun, karena ihsan yang ada pada diri Nabi Yusuf q, yaitu merasa dekat dengan Allah l hingga seakan-akan melihat-Nya dan merasa selalu diawasi oleh Allah l, membuat dirinya takut kepada Allah l, sehingga beliau menolak ajakan wanita tersebut.
Allah l berfirman,
Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menuruti kemauannya dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata (kepada Yusuf), “Marilah ke sini!” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (Yusuf: 23)
Hadirin rahimakumullah,
Sungguh, betapa besar buah dan faedah yang akan dihasilkan dari ihsan dalam beribadah ini ketika diwujudkan oleh kaum muslimin. Betapa indahnya ketika seorang penguasa dan para pegawai pemerintahan serta penegak hukum senantiasa berbuat ihsan. Sikap merasa diawasi oleh Allah l ini tentu akan mendorong mereka untuk amanah dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, akan tegaklah keadilan dalam kehidupan masyarakat dan tidak akan muncul tindakan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat.
Betapa indahnya ketika sikap ihsan dalam beribadah ini ada dalam hubungan dalam berumah tangga. Sikap merasa diawasi oleh Allah l ini membuat seorang suami akan bertanggung jawab serta kasih sayang dan bersikap adil terhadap istri dan anak-anaknya. Begitu pula, sang istri akan bersyukur dan menjaga kehormatan suaminya meskipun di saat suaminya sedang bepergian atau tidak berada di rumahnya.
Betapa besar pula buah dari ihsan apabila hal ini ada pada orang-orang yang berdakwah mengajak pada Islam atau penuntut ilmu, karena sikap ini tentu akan menahan mereka dari berani berbicara tanpa ilmu. Maka dari itu, tidaklah mengherankan ketika balasan dari berbuat ihsan juga sangat besar, yaitu akan dimasukkan ke dalam jannah dan akan mendapatkan kenikmatan yang paling besar di dalamnya yaitu melihat Allah l.
Allah l berfirman,
“Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (yaitu kenikmatan melihat Allah).” (Yunus: 26)
Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa balasan (berupa melihat Allah l ini) pantas menjadi balasan bagi orang yang berbuat ihsan. Hal ini karena ihsan adalah beribadah kepada Allah l seakan-akan melihat-Nya sehingga dirinya merasa dekat kepada-Nya atau selalu merasa diawasi oleh-Nya, maka balasannya adalah melihat Allah l pada hari kiamat nanti.
Berbeda halnya dengan orang-orang kafir yang karena hatinya yang tertutup membuat dirinya menjauh dari mendekatkan diri kepada Allah l. Mereka pun terhalang dari melihat Allah l. Allah l berfirman tentang keadaan orang-orang kafir,
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat (Rabb) mereka.” (al-Muthaffifin: 15)
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk dari jenis ihsan adalah ihsan dalam beramal, yaitu mengamalkan syariat Allah l yang dibawa oleh Rasulullah n, yang bersih dari bid’ah dan penyelisihan terhadap apa yang dituntunkan oleh Rasulullah n. Allah l berfirman,
“(Tidak demikian), bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedangkan ia berbuat ihsan, maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka serta tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah: 112)
Orang yang berbuat ihsan yang dimaksud dalam ayat ini sebagaimana tersebut dalam Tafsir Ibnu Katsir dan yang lainnya adalah orang yang mengikuti Rasulullah n dalam beramal. Maka dari itu, sebagaimana amalan harus dijalankan dengan ikhlas, ia juga harus dijalankan sesuai dengan petunjuk Rasulullah n agar diterima oleh Allah l. Apabila tidak memenuhi dua syarat tersebut, amalan yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah l.
Akhirnya, mudah-mudahan Allah l senantiasa menunjuki kita kepada jalan yang diridhai-Nya dan memberikan taufik-Nya kepada kita untuk bisa beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيراً، أَمَّا بَعْدُ:
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Termasuk dari jenis ihsan adalah berbuat ihsan kepada hamba-hamba Allah l, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap hewan. Berbuat ihsan terhadap sesama manusia ini bisa berupa memberi bantuan makanan kepada orang-orang yang kelaparan atau yang semisalnya. Bisa pula berupa meringankan beban orang yang tertimpa kesulitan, mendamaikan pihak-pihak yang sedang berselisih, dan lainnya.
Allah l berfirman,
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat ihsanlah kalian kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, musafir (yang mendapatkan kesulitan dalam perjalanan), dan budak kalian, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an-Nisa: 36)
Allah l juga menyebutkan dalam firman-Nya,
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari yang mereka inginkan. (Dikatakan kepada mereka), “Makan dan minumlah kalian dengan enak karena apa yang telah kalian kerjakan. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat ihsan.” (al-Mursalat: 41—44)
Hadirin rahimakumullah,
Adapun berbuat ihsan terhadap hewan, Nabi kita Muhammad n pernah menyebutkan sebuah kisah tentang salah seorang dari Bani Israil dalam sabdanya,
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَإِنَّ لَنَا فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا؟ فَقَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
“(Dahulu) ketika seseorang dalam suatu perjalanan dan merasa kehausan yang amat sangat tiba-tiba dia mendapati sumur. Dia turun ke dalamnya dan minum dari airnya. (Ketika) dia keluar dari sumur tersebut, tiba-tiba dia melihat ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya menghisap tanah yang basah karena kehausan. Orang tersebut mengatakan, ‘Sungguh, telah menimpa anjing itu kehausan yang sangat sebagaimana telah menimpaku.’ Dia pun turun ke sumur dan memenuhi sepatu botnya dengan air dan memegangnya dengan mulutnya sampai naik, kemudian memberikan minum kepada anjing tersebut sehingga Allah memujinya dan mengampuni dosanya.”
(Para sahabat pun) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita benar-benar akan mendapatkan balasan karena berbuat baik kepada hewan-hewan?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada setiap yang hidup ada balasannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Sebagaimana berbuat baik kepada hewan adalah suatu kebaikan atau perbuatan ihsan, maka sebaliknya, menyakitinya adalah suatu kejelekan yang akan menyebabkan datangnya azab Allah l. Nabi n bersabda,
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا إِذْ هِيَ حَبَسَتْهَا، وَلاَ هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
“Seorang wanita diazab karena seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan dan tidak memberinya minum. Dia menahannya dan tidak melepaskannya untuk memakan serangga yang ada di tanah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Kalau berbuat ihsan kepada hewan meskipun hanya memberinya air minum adalah kebaikan yang akan mendatangkan balasan yang besar, bagaimana kalau berbuat ihsan terhadap manusia? Bagaimana pula kalau kebaikannya lebih dari sebatas memberi air minum? Begitu pula sebaliknya, kalau berbuat jahat pada hewan akan menyebabkan kemurkaan Allah l, bagaimana kalau kejahatan itu dilakukan pada manusia?
Sungguh, betapa indah dan sempurna ajaran Islam. Oleh karena itu, marilah kita semuanya berusaha untuk berbuat ihsan sesuai dengan kemampuan masing-masing dan berhati-hati dari berbuat jahat, baik kepada hewan maupun kepada sesama manusia.
Mudah-mudahan Allah l senantiasa membimbing kita untuk berjalan di atas jalan yang diridhai-Nya.
Catatan Kaki:
Kami tidak mencantumkan doa pada rubrik “Khutbah Jumat” agar khatib yang ingin membaca doa memilih doa yang sesuai dengan keadaan masing-masing.

Tidak ada komentar: